top of page

PIS - PK BASUHLAH SISA JERIT TANGIS SAUDARA KITA DI ASMAT, PAPUA.

  • Team QSD HACAMSA UIN Jakarta Periode 2018-2019
  • Mar 27, 2018
  • 4 min read

Belakangan ini informasi kesehatan terus mengalir deras berdatangan dan meluas ke seluruh antero sendi - sendi yang ada, silih berganti di berbagai media yang dikonsumsi oleh akal budi rakyat yang beranekaragam dalam memahaminya. Sampai - sampai membuat telinga kami kiranya terus bergeming, kepala kami pun terus dihantam dan dipaksa untuk berpikir mencari solusi. Terakhir dalam beberapa hari belakangan, kami terima lagi sebuah kado pahit mengawali perjalanan di 2018.

Sebuah panggilan kemanusiaan dan tamparan keras pengingat bagi kita semua, yakni menghampirinya kabar duka datang dari saudara kita selaku penduduk surga Indonesia bagian Timur Raya. Jerit tangis, Saudara kita dari Kabupaten Asmat, Papua yang merupakan bagian dari 122 daerah tertinggal yang ditetapkan oleh Pemerintah melalui Perpres nomor 131 / 2015 tentang Penetapan Daerah tertinggal 2015 - 2019 yang perlu mendapat perhatian khusus dan ekstra dalam percepatan pembangunannya. Sungguh kabar tersebut seakan tak henti - hentinya mengetuk - ngetuk pintu kamar dan mengoyak - ngoyak tempat tidur tanpa henti setiap saat.

Berkat restu, motivasi dan doa orang tua, kami mendapat suntikan energi untuk berusaha keras semampunya menjadi bagian dari solusi permasalahan bangsa di bebagai sektor. Akhirnya berkat usaha dan doa, didapatilah sebuah informasi penting dari sebuah artikel Guru Besar bidang Kesehatan Masyarakat di Universitas Terkemuka di Indonesia, yang mengatakan Indonesia adalah surga dunia yang beragam sangat indah, berpenduduk hampir menembus angka 260 juta lebih dengan 1.100 bahasa yang berbeda dan memiliki lebih dari 714 suku bangsa yang beranekaragam dari Sabang sampai Merauke dan Miangas sampai Rote. Belum lagi ditambah pula dengan ketimpangan pola distribusi pembangunan yang belum merata di berbagai daerah, baik pembangunan yang bersifat Tangible / Intangible.

Hal yang kami paparkan sekelumit tentang wajah Indonesia secara kasar tentu bukanlah sebuah maslah bukan? Hal tersebut melainkan tantangan bagi kita selaku anak dan generasi penerus bangsa. Kita ini ialah seseorang yang berdedikasi tinggi sebagai guru, sebagai petani, sebagai pedagang, sebagai karyawan, sebagai ahli ekonomi, ahli hukum, ahli antropologi, ahli teknologi mesin, ahli fiskal, ahli filsafat, ahli perencanaan tata wilayah, politisi, ulama, dan atau pemimpin. Konon, semua tentu berperan penting sesuai porsinya. Okelah kita memang sudah terlalu sering berbeda pandang bukan?

Entahlah, tapi kali ini dengan kesungguhan hati kami mengajak dan kami kira sudah saatnya kita menyatukan paham, kobaran semangat juang, usaha kita bersama untuk kemudian saling bahu - membahu memperkuat pondasi pembangunan nasional kita.

Kami dapati juga informasi penting lainnya dari UNDP [United Nations Development Programme] yang berbicara tentang majunya secara merangkak, majunya dengan jalan setengah berhenti, majunya dengan jalan santai atau majunya dengan ambisius berlari cepat suatu negara dalam dinamika pembangunan nasionalnya di berbagai sektor, hanyalah dapat diwujudkan atas dukungan pilar - pilar kebutuhan dasar yang tangguh bukan?

IPM atau Indeks Pembangunan Manusia pun merupakan ujung tombak indikator yang mengukur negara kita ini berada di kategori mana. Tertinggalkah? Berkembangkah? atau sudah majukah? Ah Sudahlah saudaraku ini terlalu teoritik sekali katanya. Tapi, ingatlah baik - baik juga Saudaraku, IPM yang optimal hanya dapat terjadi bilamana terpenuhinya pembangunan komprehensif dari tiga pilar yang menunjangnya loh. Sektor Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan Ekonomi kuncinya.

Baiklah, Izinkan kami untuk mengakhiri perdebatan yang sering mewarnai bumi persada alam intelektualnya para pembelajar yang haus ilmu tentang mana yang paling penting, tegas bagi kami semua adalah penting, tegas bagi kami semua adalah penting. Tapi coba bayangkan apakah bisa seorang anak - anak pergi sekolah untuk belajar sungguh - sungguh [berkonsentrasi menyerap ilmu] dalam keadaan sakit? Bisakah penduduk angkatan kerja bekerja produktif dalam keadaan sakit?

Sudahlah cukup kita akhiri perselisihan semua ini saudaraku yang baik hatinya. Kami rasa sudah saatnya kita memandang sektor kesehatan ini secara seksama dari pisau analisis masing - masing agar kita saling menguatkan dan tidak berjalan sendiri - sendiri.

Sudah jelas, Poin 5 Nawa Cita mengandung spirit api yang menyala dalam usahanya untuk mendongkrak percepatan pembangunan di berbagai lini kehidupan, kesehatan pun menjadi pilar perhatian yang sangat penting bagi pemerintah katanya.

Mewujudkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia memanglah mudah sekali dikatakan dan dikonsepkan dalam suatu grand design pembangunan. Tapi belum tentu dalam tahap pelaksanaannya. Semua relatif dan perlu effort besar dari 3 elemen utama dan berbagai elemen komplementer lainnya yang mendukung. Indonesia sehat sebagai basis pilar utama sudah final tak terbantahkan harus diwujudkan untuk mendukung tercapainya Indonesia Pintar yang kemudia akan melahirkan ketahanan dan kesejahteraan perekonomian Bangsa kita.

Indonesia Sehat lagi - lagi sebuah cita - cita luhur yang harus bersama kita perjuangkan, desain pemerintah berkolaborasi dengan stakeholder terkait telah melahirkan 3 platform penunjangnya. Pertama sekali, yakni pengarusutamaan pada Paradigma Sehat yang mana mengedepankan upaya Promotif dan Preventif, kedua dengan melakukan pemerataan [distribusi] dan penguatan pelayanan kesehatan ke seluruh penjuru Indonesia dan terakhir melalui perluasan Jaminan Kesehatan Nasional. Semua dibungkus dengan satu tujuan utama yakni terwujudnya Indonesia Sehat melalui pendekatan keluarga dengan memperhatikan model pendekatanContinuum of Care [daur kehidupan] yang tentu memiliki perbedaan kebutuhan dalam intervensinya.

Program Indonesia Sehat - Pendekatan Keluarga adalah solusi cerdas yang digagas untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan bangsa, sebab PIS - PK dalam intervensi berbasis komunitas dilakukan secara kolaboratif dan komprehensif dengan mengenali lebih dalam dulu faktor - faktor intangible dan nilai - nilai kebudayaan lain yang hidup di masyarakat yang menjadi acuannya dalam bertindak, yang mungkin dalam beberapa kasus di wilayah tertenttu nilai - nilai kebudayaan atau kearifan lokalnya tidak mendukung perilaku positif kesehatan atau mempersulit upaya - upaya intervensi dari dunia kesehatan yang dilakukan. Kebanyakan model intervensi dari dunia kesehatan, selalu melihatnya dari kacamata dunia kesehatan. Tapi apakah penduduk setempat ikut merasakan dimandirikan dan dan disadarkan atas masalah yang dihadapi di depan matanya? Kami kira belum tentu.

Hal - hal teknis seperti infrastruktur penunjang kesehatan; tidak adanya akses jalan seperti yang dialami penduduk Asmat yang terisolir dari sekitarnya, ketiadaan fasilitas pelayanan kesehatan, ketiadaan sdm kesehatan, ketiadaan logistik seperti perbekalan obat dan lain sebagainya hanyalah alasan klasik yang menunjukkan lemahnya komitmen Pengambil Kebijakan.

Bukankah semua masalah sudah dipersiapkan sepaket dengan solusinya selama kita mau berusaha?

Menyalahkan orang lain seperti indahnya kekhasan kebiasaan masyarakat dalam kelompok yang menganut budayanya tertentu, tidaklah elok. Ini hanya berkaitan dengan usaha sungguh - sungguh dan spirit menyelesaikan masalah ke akarnya. dan PIS - PK adalah solusi konkret bila dipahami secara utuh dan matang, yang didukung dalam pelaksanaannya secara sungguh - sungguh dengan membangkitkan kesadaran rasa persaudaraan terhadap sesama.


Salam,

Team QSD HACAMSA UIN Jakarta Periode 2018-2019



 
 
 

Comments


Featured Posts
Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
bottom of page